A.
Nama
lengkapnya, Muhammad bin Mukram bin Ahmad bin Habqah Al-Anshari Al-Afriqi
(630-711 H/ 1232-1311 M). Nasabnya bersambung kepada Ruwaifi’ bin Tsabit
al-Anshari, dilahirkan pada bulan muharram. Muridnya Ibnu Muqir, murtadha Ibnu
Hatim, Abdur Rahim Ibnu Thufail, Yusuf Ibnu almahille dan sebagainya. Beliau
wafat tahun 711 H.
Aktifitas Ibnu Mandzur mencatat atau menulis karangan sepanjang
hidupnya, jadi qadi dan lebih cendrung berpihak namun tidak hianat, dia alim
dalam imu nahu, bahasa, sejarah, menulis, apalagi dalam sastra bagus karyanya.
Yang tidak habis pikir dalam sepanjang hidupnya adalah cita-citanya
meringkas kitab-kitab yang panjang yang dikarang sebelumnya. Beliau meringkas
kitab Mukhtashar al-Aghami, Mukhtashar Tarikh Baghdad (Al Kitab
Al-Baghdady), Muhktashar tarikh Dimasyqu (Ibnu Asakir) Mukhtashar
Mufradaa ibnu Baythar, dan mukhtashar Al-Dakhirah. Shufdi mengtakan “aku
hampir tidak menemukan kitab-kitab tebal melainkan telah di ringkas oleh ibnu
mandzur”. Menurut qutbuddin, putra ibnu mandzur, karya tulis ayahnya tidak
kurang dari 500 jilid buku.
Cita-cita itu
dengan cara meringkas ketika dia mengarang kamusnya “lisan al-Arab tidak
merubah ringkasan kitab dari kitab-kitab kebahasaan, bahkan kamus beliau lebih
besar dan luas dari pada setiap kamus-kamus sebeelumnya. Namun kadangkala
keanehan itu hilang ketika kita mengetahui cara-cara yang terkumpul dalam bahan
kamus ini.
B.
Motif
apa yang mendorong beliau mengarang kamusnya??
Ibnu Mandzur
berkata dalam muqaddimahnya saya gemar tela’ah buku-buku bahasa,
karang-karangan, mengi’lal tasrifnya, saya melihat pakar-pakarnya bahasa antara
dua sisi. Dari sisi pengelompokannya baik namun tidak baik dalam penempatannya.
Dan begitu juga sebaliknya, baiknya penempatan tidak bermanfaat apabila ada
jelek dalam pengumpulannya.
Maksudnya beliau berkehendak mengumpulkan kedua kebaikan diatas
dalam kamusnya: antara baiknya pengumpulan dan peletakan. Beliau membuat
perumpamaan tahzibul lughah punya imam azhari dan muhkam punya Ibnu
Sida’,terhadap buku-buku bahasa yang detail secara sempurna namun aibnya lemah
dalam penyusunan campur baur bab. Sisi lain, dia memperbaiki penyusunan dan
strukturnya dengan mengumpamakan kepada kitab as-shihah al-jauhari.
Dalam pendahuluan lisan al-arab, terdapat penjelasan bahwa kamus
itu bersumber dari lima kamus populer sebelumnya, yaitu: kamus Tahdzib
(al-azhari), Muhkam (ibnu sidah), al-shihah (al-jawhari), hawasyi (ibnu bari )
dan nihayah (ibnul atsir). Beliau berkata dalam kitab ini saya mengumpulkan sumber-sumber
sesuatu yang terpisah dalam satu pengumpulan. Dan bersamaan dengan itu saya
tidak mengaku dengan mengatakan: saya berdialog, mendengar, membuat,
menguatkan, memindahkan dari arab kuno,semua
pengakuan tidak ditinggalkan oleh al-Azhari dan Ibnu Sida’.
Apabila kita tahu sekarang terhadap esensi ini maka tidak akan
heran ketika menjumpai al-lisan hingga mencapai 20 jilid. Beliau dalam
menciptakan dan mengarang sesuatu semata-mata karena khazanah seperti
yang ia katakana dalam bahasa dimaafkan dari berbagai tanggung jawab aktifitas
dalam kamus ini selain benarnya mindah dari sumber-sumbernya. Dia berkata:
barang siapa yang menemukan kesalahan, ataupun kebenaran maka kita kembalikan
kepada pengarang pertama, pujian dan celaan, saya memindahkan dari asal muasal
isinya tidak mengganti terhadap sesuatu…mendingan saya melaksanakan amanah
dalam pemindahan asal muasal dengan nash dan tidak merubah pembicaraan selain
yang tertera dalam nash.
Ibnu mandzur adalah seorang pakar dibidang bahasa Arab, sejarah dan
fiqih. Kehebatan Ibnu Mandzur tampak pada karya tulisnya bernama kamus Lisan
Al-‘Arab, sebuah kamus paling besar dan lengkap di zamannya yang sanggup
menampung semua kandungan dari kamus-kamus sebelumnya seperti: kamus Al-Muhkam,
Al-Shihah, tahdzib al-lughah, al-jamarah, al-nihayah, hasyisah al-shihah. Para
ulama mengakui, bahwa membaca kamus karya ibnu mandzur ini, laksana telah
membaca kamus-kamus pendahulunya. Tak berlebihan, jika kamus lisan al-‘arab,
tergolong kamus paling lengkap, sebab ia memuat lebih dari 80.000 kata. Itu
itupun belum termasuk kata-kata derivasinya. Sayangnya, menurut Abed Al-Jabiri,
kamus Lisan Al-Arab yang terdiri dari banyak volume ini, tidak memuat
nama-nama segala sesuatu yang berhubungan dengan alam atau industry, juga
konsep-konsep teoritis dan berbagai istilah yang telah dikenal pada saat itu,
abad 7 dan 8 H. dan yang ada di Kairo salah satu pusat peradaban utama dalam
sejarah islam.
Kamus Lisan Al-A’rab juga sering dijadikan obyek penelitian
oleh para ulama bahasa, hingga muncul beberapa karya ilmiyah seperti Tashih
Al-lughah, karya ahmads taymur basya, tahdzib al-lisan karya
Abdullah ismail al-shawi, amtsilah min al-aghladz al-waqi’ah fii lisan
al-‘arab karya taufiq daud qurban dan tashihaat lisan al-‘arab karya
abdul sattar ahmad faraj.
Karya-karya ibnu
mandzur lainnya, mayoritas berupa buku
ringkasan (mukhtashar) darri kitab popular sebelumnya, sehingga ia di
kenal sebagai pennulis yang sanggup meringkas dari isi buku-buku besar di
sungguhkannya dengan bahasa yang ringkas sehingga muda di pahami o,eh generasi selanjutnya, Ashafadi berkata,
Kamus lisan al-arab
di susun oleh Muhammad bin mukarram bin ali bin madzur al-Ifriki yang lebih di kenal dengan ibnu
mandzur(1232-1311 M). dalam kamusnya ini, ibnu mandzur mencoba mengkodifikasi
semua kosa kata bahasa arab yang ia gali dari kamus sebelumnya maupun ia cari
sendiri, sehingga lisan al-arab menjadi kamus paling tebal yang berisi 80000
kata dan sejumlah derifasi kata.
Sistem penyusunan kosa kata dalam lisan al-arab sama persis dengan
assihah (al-jauhari) yang terdiri dari beberapa kitab (nama huruf akhir) dan
tiap kitab terdiri dari pasal-pasal (nama huruf awal). Perbedaan antara lisan
al arab dan assihah, terletak pada masalah pengambilan riwayat. Jika al-jauhari
(al-sihhah) hanya memuat riwayat makna dari syair, qasidah, atau lainnya yang
memiliki nilai sahih (falid), tetapi ibnu mandur (lisan al-arab) tidak hanya m
embatasi pada riwayat yanh sahih. Ia mengambil semua makna, walaupun berasal
dari syahid (dalil) yang tadak sahih, karena sebuah qamus bahasa saharusnya
mampu merekam (baca: kodifikasi) semua kosa kata bahasa arab.
C.
Ibnu
Mandzur memilih urutan materi kamusnya seperti yang dilakukan Jauhari sebelumnya
dalam kamus shihhahnya, artinya urutan bab dan fashalnya. Jadi tidak perlu mengulang.
Dalam penyusunan ini Ibnu Mandzur menyusunnya dengan mengisinya, tidak merubah,
menambah atau menguranginya. Didalamnya dibahas tentang huruf yang menyimpulkan
bab, dan kamu mencari sesuatu dalam kamus ini dari halaman
pertama sehingga jelaslah bab yang pertama, bab alif hamzah, dengan mencari sepanjang
huruf hamzah. Dalam hal ini memindahdari Imam Abbas, Jauharidan Ahmad bin
Yahya.
Oleh karena itu, Ibnu
Mandzur meletakkan dua fasal mukaddimah yang mengiringi permulaannya. Kadang-kadang
pertamanya diperoleh dari tafsir makharijul hurufnya, yang ada di permulaan
sebagian surah al-Qur’an. Setelah ini dibahas tentang sesuatu yang berhubungan
dengan materi kamus itu sendiri.
D.
Dan
setelah kamus lisan al-arab itu ada, ensiklopedia yang terkandung didalamnya dari
materi bahasa dan sastra. Dengan sesuatu yang berisi dalil-dalil dari sya’ir dan
hadits.
Revisi pertama dilakukan
oleh Abdullah Isma’il as-Shawi. Sasarannya adalah menyusun materi lisan berdasarkan
urutan hijaiyyah. Dan sebagian kecil dari revisi ini terbit pada tahun 1355 H
kemudian berhenti.
Sedangkan revisi kedua lebih
banyak maju, karena penyusunan Muhammad an-Najari terhadap lafadz berdasarkan semua
huruf hijaiyyah. Peletakan lafadznya sama saja antara mujarrad atau mazid.
Dijudulnya berdasarkan runtutan semua huruf. Dalam hal ini pembahas tidak perlu
banyak mengetahui runtutan hurufh ijaiyyah.
بارك الله فيك
BalasHapuskhususon beliau al-fatiha
BalasHapus